STANDAR baru tentang remunerasi personil Polri akhirnya ditetapkan. Dengan standar baru itu, Polri bertekad akan meningkatkan kualitas pelayanan mereka terhadap masya-rakat. Dan bagi para personil yang masih saja membandel dengan tetap melakukan kelakuan-kelakuan koruptif, Polri sesuai pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri akan memberikan tindakan tegas. Mengapa Polri mendapat perlakuan yang sedemikian spesial? Apa lagi asumsinya kalau bukan pertama bekerja sebagai aparat polisi dan petugas pajak sama artinya dengan bekerja di medan yang penuh dengan cobaan.
Asumsi di atas pun diperkuat oleh pernyataan Transparency International (TI) pada tahun 2007, bahwa di banyak negara, kepolisian adalah institusi yang paling sering menjadi tempat berlangsungnya suap-menyuap (bribery). Asumsi kedua, tidak dapat diingkari; untuk profesi seberat personil Polri, penghasilan yang mereka terima pada waktu-waktu sebelumnya memang jauh dari cukup. Ketidakcukupan itu yang mendorong personil Polri untuk memanfaatkan otoritas yang mereka punya sebagai instrumen untuk memperoleh penghasilan sampingan, betapapun penghasilan itu ilegal sifatnya. Perbaikan standar remunerasi Polri, logikanya, akan memagari personil Polri dari godaan-godaan koruptif macam itu.
Personil Polri perlu punya taraf kesejahteraan yang lebih baik. Saya sepakat tentang itu. Tapi jika pembenahan remunerasi ditujukan bahkan diyakini untuk memangkas korupsi di tubuh kepolisian, saya tidak terlalu yakin akan efektivitasnya, betapapun Interpol Group of Experts on Corruption di dalam Global Standards To Combat Corruption in Police Forces/Services (2007) mencantumkan rekomendasi khusus tentang perlunya langkah-langkah praktis untuk menjaga agar remunerasi polisi dapat lebih sesuai dengan standar kehidupan petugas polisi berikut keluarga mereka. Persoalannya, barangkali ada satu argumentasi yang kerap terlupakan. Begini; logika mengatakan, gaji yang rendah adalah sesuatu yang tidak menarik, terlebih bagi pencari kerja dengan keterampilan kerja yang baik. Dari situ dapat dipahami, kantor yang menawarkan nominal gaji yang pas-pasan besar kemungkinan hanya mengundang perhatian para pencari kerja dengan kemampuan kerja yang pas-pasan pula.
Itulah yang sangat-sangat mengkhawatirkan. Para pencari kerja sebenarnya sudah tahu berapa besar gaji yang akan mereka terima, andaikan mereka bekerja sebagai aparat polisi. Tapi mengapa antrian pelamar di kantor polisi tetap panjang mengular?
Alasannya bisa jadi sangat pragmatis: pokoknya mempunyai pekerjaan, terlepas besar kecilnya potensi mereka (para calon personel Polri) untuk menggeluti pekerjaan itu. Yang lebih berabe adalah ketika para pencari kerja tahu persis peluang yang bisa mereka dapat setelah bekerja sebagai personil polisi. Pengetahuan akan celah memperoleh penghasilan ekstra itu sudah menjadi rahasia umum, seperti dikemukakan Transparency International di atas.
Dimensi Individu dan Organisasi
Korupsi yang telah begitu sistemik di lingkungan kepolisian, seperti disorot oleh banyak kalangan, menjelma sebagai sebuah gaya hidup. Manakala korupsi sudah menjadi gaya hidup, tindakan pemolisian yang memangsa (predatory policing) bukan lagi dilakukan sambil lalu, tetapi sudah menjadi cara berfikir, bahkan watak yang lekat pada diri personil polisi. Korupsi sebagai perwujudan watak atau gaya hidup niscaya tidak akan bisa diatasi hanya lewat nalar simplistis dengan memperbaiki standar remunerasi personil Polri semata. Lingkungan kerja Polri yang koruptif pada gilirannya tidak lagi sebatas menjadikan tindakan koruptif sebatas sebagai kenakalan yang bersifat insidental. Korupsi bukan lagi inisiatif-inisiatif individual, melainkan sebuah sub-kultur yang terprogram lewat mekanisme penyeliaan atau supervisi yang koruptif pula. Personil yang korup diduga kuat bukan hanya diketahui dan ditoleransi, tetapi bahkan didorong oleh pihak atasan. Alhasil, ada kesenjangan nalar di sini. Untuk menyetop reproduksi perilaku koruptif, perbaikan kesejahteraan sebagai program yang menyasar individu personil Polri tidak akan mencukupi, apabila tidak disertai dengan perombakan terhadap sistem pengaturan relasi antara atasan dan bawahan.
Keberadaan sistem tersebut kian penting, karena 88 persen dari total personil Polri saat ini berada pada level bintara. Mereka adalah pihak yang disebut-sebut akan menjadi sasaran utama penerapan standar baru remunerasi Polri. Jumlah yang besar tersebut berkonsekuensi bahwa bagi kebanyakan aparat Polri saat ini, profesionalitas kerja mereka memang sangat bergantung pada format hubungan penyeliaan antara mereka selaku bawahan dengan para atasan mereka.
Quah (1999) memperkuat argumentasi tersebut dengan mengatakan bahwa korupsi oleh personil polisi bukan semata-mata karena rendahnya penghasilan mereka, tetapi juga karena pada saat yang sama personil polisi mempersepsikan korupsi sebagai tindakan dengan risiko yang rendah bahkan justru ber-reward tinggi. Di samping bertali-temali dengan unsur otoritas, tindakan koruptif oleh personil polisi juga berkaitan dengan tingkat kompetensi kerja yang kurang memadai. Dengan demikian, di samping fokus pada pembenahan standar kesejahteraan, Polri juga seharusnya menaruh keseriusan yang sama pada area penguatan kompetensi kerja para personilnya.
Dinyatakan Transparency International (2009), rendahnya penghasilan karyawan pemerintahan di negara-negara sedang berkembang mengakibatkan menurunnya efisiensi dan produktivitas sektor publik. Penghasilan yang tidak memadai juga menciptakan insentif sekaligus kesempatan bagi berlangsungnya tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya. Kendati demikian, menaikkan upah bukan merupakan solusi jitu, jika tujuannya adalah untuk menekan ketidakpatutan perilaku (misconduct) semacam korupsi. Menaikkan upah tanpa disertai langkah meningkatkan sistem pengawasan serta penerapan sanksi yang tepat, tidak akan berefek besar bagi menurunnya tindak korupsi.
Di sinilah persoalan muncul. Marx (2007) menyatakan, kepolisian pada umumnya dikenal sebagai organisasi yang kurang memperhatikan secara serius aspek kesehatan organisasi. Hal ini dibuktikan lewat sangat jarangnya organisasi kepolisian melakukan evaluasi (termasuk audit terhadap segala ihwal yang berkaitan dengan sumber daya manusia). Evaluasi lazimnya dipraktikkan lewat pendekatan pemadam kebakaran, yakni diselenggarakan ketika organisasi digemparkan oleh skandal yang mengemuka ke publik.
Tolok Ukur
Hingga saat ini, justifikasi terkuat yang berulang kali digunakan Polri adalah bahwa standar baru remunerasi Polri akan meningkatkan kualitas pelayanan personil Polri. Dengan asumsi seperti itu, Polri sebenarnya menghadapkan dirinya sendiri dengan masalah pelik berupa tolok ukur keberhasilan yang ingin diraih. Apa sebenarnya makna pelayanan yang berkualitas, meningkat dari berapa ke berapakah kualitas pelayanan itu, serta bagaimana cara mencapai peningkatan itu? Inilah yang juga perlu dipikirkan sungguh-sungguh oleh korps Tribrata. Allahu a’lam.***
Reza Indragiri Amriel,
Dosen Psikologi Forensik, Universitas Bina Nusantara, Jakarta
intinya kenyataan dlm lapangan P lebih tidak di sukai di msyarakat ketimbang T
dan itu bukti bhw P itu kerjanya lebih mentingkan uang siluman darpda uang HALAL
satau saya sperti itu broo !!
MENRUT MU ??
Ketahuan si dion ga punya otak bisanya bikin keributan terus jadi provokator! Kerjanya tiap hari korve sih jadinya idiot otaknya ga berkembang terus jum’at siang sudah pergi liburan balik lg minggu sore…enak tenan dion dion negara ini memang milik Mbah mu 100% klo ada hajatan hadir paling depan
buat bpk2 polisi gak usah banyak menuntut, berhenti aja jd polisi…buat apa kerja klo upahnya tdk sesuai, pd prinsipnya hasil kerja akan baik apabila dibarengi dgn upah yg sesuai…coz di kepolisian jg kalian tdk akan bisa berkembang..kalian bisa beli rumah kalau kalian pintar2″ selesai dinas ngojek atau apa kek yg halal, klo ngarep gaji? hahaha kasian de lo…
semua itu tinggal amal dan perbuatan aja yg di nilai,jadi jng ngomong ngalor ngidul ngga karuan,yg penting bsk kita mati ngga bawa kekayaan kok,hei para sobat diatas.
kelihatan sekali dion tidak berpendidikan xixixixi..emangnya polisi cuma lantas ajah.. belajar yg pinter y nak..
Maklum dion otaknya di dengkul kerjanya cm kurve,pas kena bko ada serrangan nangis n nembaknya sembarang ke atas wkwkwkwkwk,a tauu lah ky ap tentara kel a tentara semua,mbok comment ??? bagUs dion dion dasar ga prnh pake otak mn bs berkembang .
remunerasi dkit amat, gk cukup bwt bayar cicilan kredit rumah btn, pusing gw…dukun yg ampuh dmn ya…mau piara tuyul nih
knpa tunjangan kinerja polri turunnya lebih sedikit di banding instansi samping, mohon info terbaru dari bang stagu, karena hanya bang stagu yg buat info smangat……….
DAH CUKUP KM MAKAN UANG RAKYAT
Si dion makan gaji buta aja belagu! Korve+volly kerjaan lu, apanya yg mau dibanggain! Mikiiir
knapa polisi remun lebih rendah di banding instansi lain maupun TNI terletak di pembagian grade,.,. TNI masih punya Tamtama,.,. sehingga Grade bintara otomatis tidak paling bawah.,,.melainkan diatas tamtama,.,.
sedangkan polisi, sudah tidah punya pangkat tamtama, sehingg grade bintara berada paling bawah.,,. yg akhirnya tunjangan remun bintara untuk polisi otomatis lebih rendah dibanding tunjangan remun bintara tentara.,,
POLISI juga Masyarakat, bayar pajak juga, kalau mau kaya jangan jadi POLISI jadi TNI saja…(santai, bisa cari usaha sampingan) klo jadi POLISI sibuk terus mikirin cara Masyarakat supaya bisa tidur nyenyak…(GILA URUSAN) semuanya mau di urusin…, yang ngak suka sama POLISI silahkan klo mau melapor ke Koramil saja biar di buatin LAPORAN TENTARA….
Baik buruknya csuatu institusi tergantung dr atasannya,sepertinya banyak bawahan yg kecewa krn ulah pimpinan, ibarat pepatah IKAN BUSUK PASTI DARI KEPALA,walau bag kepala busuk ,ekornya msh bs dmanfaatkan,jd potong aj bag kepala kepalanya kl mau institusi menjadi baik.
klo bintara kerja di lindungi sistem yang bagus maka kinerja pasti lebih baik,bgmana jadi bagus klo patroli aja harus pake uang pribadi,bgmana mau BAP klo kertas harus beli sendiri..jangan salahkan BINTARA terus kini saatnya Pimpinan tertinggi di negara ini memperbaharui sistem yang baik untuk di terapkan pada kepolisian renumerasi ada manfaatnya tetapi jangan jadikan bintara ibarat PISAU hanya tajam ke bawah sedangkan di atasnya tumpul…jangan ada intervensi politik dalam penerapan sistem hukum dan para pimpinan polri harus lebih memperhatikan apa yang di lakukan bawahan dan apa yang menjadi kendala bawahan pada saat melakukan tugas sehingga smuanya bersinergi saling menopang,jadikan sistem pelayanan Piramid terbalik bukan Piramid ke atas..akhirnya POLRI pada saat sdh lebih baik krn saat ini POLRI selalu di kritik masyarakat sehingga pasti polri akan menjadi institusi yang besar dan akan menjadi ujung tombak masyarakat dalam menegakan hukum krn POLRI berani membuka diri tuk di kritik tuk menjadi yang terbaik..bagi institusi yang belum pernah di kritik hati2 32 tahun bangsa ini di bangun dgn sistem yang tidak tepat dan di haruskan menjadi yang tepat tuk hari ini…
ni la setan sebenarnya. dion?????? suka adu domba bangsaba sendiri.,
betul…kshn nasib prajurit polri gol rendah,palagi brimob dah kerjanya 24jam,minggu gak ada libur.remunerasi kecil sendiri.bgm tu pemerintah?yg dilihat kok kekrnganya,ga pernah hargai prestasi.
ya orang kaya lo tu dion. buat negara hancur. mati lo 👿
iya bank mudah2 direvisi lagi ya kasihan anggotanya
sungguh2 mengecewakan remunerasi polisi kasihan bawahan sudah dibawah paling bawah lagi terimanya bahkan pns polri lebih besar dari anggotanya, wah3 kasihan mau mengadu ke siapa kpd tuhan hanya jalan satu2nya.
kasih tunjangan yg banyak dulu baru bisa kerja, 600 ribu sampai dimana, ya terpaksa cari tambahan dulu, baru bisa kerja.
waduhhhhhhh…disana ribut disini pun ikut ribut, kaco dechhhhhhhhhhh…..bpk n ibu….kalian harus ttp smangat walo dihujat habis2an….terima aja apa kata mrk….kasian dech semua aparat sll dihujat, bukan di beri moral utk tetap menjalankan tgs dgn baik……yahhhhhhh begitulah negaraku…..
Kerja yg betul BOS..tu lihat di perempatan MOBIL ANGKOT PADA NGETEM …ada POLISI PULA..Belagak ngga Lihat..GITU KOK MINTA TUNJANGAN BANYAK
mbah samprul dasar,,,,kerja qta itu 24 jam monyet,,,
Bukan Gitu Mbah Semprul.., yg nama_@ Polisi bukan 1 Org., dan ketika memberi sebuah penilaian ada harus berfikir Arif., jgn langsung beragumen seenaknya. Sebaik2 org itu pasti ada kejelakan, dan sejelek2 org pasti ada kebaikan..”,
Dan ada satu yg lebih penting,, Polisi itu berasal dari masyarakat.., jd bagaimana masyarakat begitu jg polisinya. “jd semua kembali ke Kita masing2.., jgn selalu mencela, tp fikirkan apa yg bisa kita perbuat agar kita ini menjadi bangsa yg besar dan Bermartabat.”
Polisi jg manusia, mobil ngetem cari makan kok malah diusir, sopir ini jg perlu makan. Dasar semprul
Wah dengan melihat tabel remunerasi dan artikel diatas saya jadi bingung nich !!!Kalau begitu saya ga jadi daftar polisi ahhh…mau daftar tentara aja , ntar kalo diterima pengen dinasnya di koramil aja , selain gajinya lebih banyak kelihatannya tugasnya juga santai alias tidak banyak godaan korupsi dan tidak repot seperti yang penulis sampaikan , lebih gagah lagi he he… sorry ya pak polisi , tapi kalau nanti gaji polisi dinaikan akan saya pertimbangkan lagi … tetap salut dengan TNI/POLRI yang berjuang untuk NKRI.
POLISI BNYAK KORUPSINYA
TIUP SINI TIUP SANA DAH DPPT UANG
mana mau maju kepolisian ini penambahan remunerasinya gak cukup tuk cicil rumah sekalipun,kalau gak cari sampingan mana cukup dengan tambahan Rp.600.000,00
REMONERASI = Janji2 politis para politikus yg kayak tikus dan rakus
Menuntut perbaikan kinerja ??
Dengan menaikkan anggaran berbasis kinerja ??
yang mana ??
kinerja yg bagaimana ??
Berharap dengan remonerasi yg diberikan akan mendongkrak kinerja menjadi maksimal dan positif (kata legeslatif n yudikatif)…hitung sendiri aja, cukup gak ??
Yaa yg namanya rejeky syukuri aja,,,sudah syukur dikasih naik ( kata2 dari kalian merupakan ciri orang yg bermental tempe dan gak mau maju)
Yg bener Kritisi dong ! Anggota dewan yg tidur terus aja gajinya gede !
Yg bener tagih ama negara. Tagih ama legislatif mana uang lemburku ! koq tabel diatas seperti itu ? apa dasarnya ? kenapa seperti itu ? itung2ngannya pake rumus apa ? apa bener sudah sesuai ANGGARAN BERBASIS KINERJA (kerjanya banyak ya terima lebih banyak) bukan berdasar pada kepangkatan dan Golonganmu saja..! ayo legislatif jangan tidur tok !