Fakta menunjukkan 3 dari 4 K/L yang sudah menerima remunerasi kinerja laporan keuangannya tidak mengalami peningkatan, hanya BPK yang opininya WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Sebaliknya 10 dari 12 K/L yang seharusnya menerima remunerasi tahun ini sudah mendapatkan opini WTP, bahkan Polri dan Kemhumkam mengalami kenaikan 2 tingkat dari TMP ke WTP.
Ada yang menarik dari hasil audit BPK untuk Laporan Keuangan 2009. K/L yang sudah mendapatkan remunerasi tidak ada peningkatan status opini atas Laporan Keuangan mereka. Kecuali BPK yang sudah WTP dari tahun sebelumnya, ketiga K/L yaitu Kementerian Keuangan, MA dan Setneg masih stagnan alias tidak ada perbaikan dengan kinerja Laporan Keuangan-nya.
Yang paling menyedihkan MA, selama 4 (empat) tahun berturut-turut laporan keuangan-nya selalu WTP atau disclaimer. Seperti diketahui opini disclaimer menunjukkan ada kelemahan mendasar dalam kesesuaian dengan (a)standar akuntansi, (b)kecukupan pengungkapan, (c)kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan (d)efektivitas sistem pengendalian intern. Dengan kata lain laporan keuangan MA selama ini tidak dapat dipercaya. Entah kendala apa yang dihadapi MA untuk memperbaiki penyajian laporan keuangan mereka. SDM-kah? atau resistensi terhadap transparansi? Yang jelas perlu ada tindakan serius untuk memperbaikinya. Tahun-tahun sebelumnya yang menjadi persoalan adalah tidak-bolehnya audit mengenai biaya perkara di MA.
Begitu pula Kementerian Keuangan dan Setneg, perlu dipertanyakan juga kinerja laporan keuangan mereka sehingga tidak ada peningkatan dari tahun lalu. BPK seharusnya diberi wewenang untuk mengaudit penerimaan pajak.Setneg sebagai K/L yang relatif kecil harusnya juga tidak mengalami kesulitan mewujudkan laporan keuangan yang lebih kredibel.
Nampaknya pemberian remunerasi tidak serta merta meningkatkan performa K/L yang bersangkutan. Lalu apa bedanya dengan K/L yang lain? Padahal banyak yang sudah WTP. Apakah reformasi birokrasi mereka sudah berhasil? Ingat kasus Gayus.
Pertanyaan lain:
Apa beda Kementerian Keuangan dengan Kementerian BUMN/Kemenko/Bappenas atau K/L lain yang menyumbangkan PNBP yg besar?
Apa bedanya BPK dengan BPKP sebagai kerangka badan pemeriksa?
Apa beda Mahkamah Agung dengan Polri, Kejaksaan, Kemhumkam sbg lembaga penegak hukum?
Lalu TNI sbg penjaga kedaulatan NKRI, bagaimana?
Lebih spesifik lagi apa beda dengan PNS yang lain?
Para pengambil kebijakan, konsistenlah. Jangan banyak berjanji.
Jika dinilai memang belum layak, kami akan memperbaiki.
Tapi kalau sudah sepantasnya. Tunggu apa lagi ??
uang rakyat, begitu nikmat, begitu lezat, klo sdh dlumat, pasti lupa umat, pa lg rakyat, penikmat uang rakyat tetap hebat&kuat, rakyat tetap saja rakyat…..
Yang sabar toh mas….memang sudah begitulah yang namanya INDONESIA, banyak yang aneh – aneh…
MEMANG JELAS DARI DULU MENKEU MAU MENANG SENDIRI… GA PERNAH NGACA DIRI, KETERANGAN GAYUS SUDAH MEMBUKTIKAN BETAPA BOBROKNYA KINERJA DI MENKEU…. YANG GOL 3 JA DAH BELASAN BAHKAN MAU MENCAPAI RATUSAN MILYAR COBA BAYANGKAN DENGAN YANG GOL 4 DAN PEJABAT ESELON 2 LAINNYA… WAHH UANG RAKYAT WAT MEREKA SEMUA DONK…… BAGI2 KENAPA??? MASIH BNYAK PNS YANG NGONTRAK RUMAH…NEHHHHHHHHH SEMOGA ALLAH BALAS KEBIADABAN KALIAN!!!!!
yah begitulah negara yg aneh bin ajaib ini, begitu arogannya kemenkeu memproklamirkan diri sbg instansi yg “paling” di negara ini dan begitu arogan pula menkeu menyatakan bhw reformasi birokrasi di 11 KL belum tuntas shg remunerasi ditunda, YG JD PERTANYAAN APAKAH BIROKRASI DI KEMENKEU BETUL2 SDH DIREFORMASI, BGMN DGN GAYUS2 LAIN YG MASIH BERKELIARAN ????
sesama PNS jangan berantem… kalo emang merasa gajinya gak sesuai ama kemampuannya, yah tinggal keluar aja to’… tinggal cari dimana perusahaan dalam negeri yang mau menggaji anda sebesar yang anda inginkan dengan menjual kemampuan anda… membangun negara tidak harus jadi PNS kok… sayapun kalo sudah punya kemampuan lebih… mau jadi usahawan… menciptakan lapangan pekerjaan… tidak merengek-rengek remunerasi… tapi karena saya belum ada kesempatan dan kemampuan.. saya menerima saja dibayar sesuai kemampuan saya… ingat kalo merasa gak puas dengan gajinya… silahkan keluar dari PNS… gampang kan.. pemerintah juga gak bakal tinggal diam kok… semuanya akan disejahterakan, tapi yah mesti sabar… gak bisa langsung semuanya…
Negara mau memberikan remunerasi pada semua kementrian dan lembaga, tapi kalo pemberiannya bareng2 semua sekaligus kan APBN ga kuat. makanya, mesti dikit2 dulu, sbagai pilot project, diberikan pada BPK, DEPKEU, dan MA dulu (tahun 2007), trus setau saya untuk tahun 2010 ini menyusul BAPPENAS, MENPAN, dan aduuh saya lupa satu lagi, trus tahun 2011 yang udah ada kabarnya baru KEMENTRIAN KEHUTANAN….
Lhoh kok, BPK, DEPKEU, dan MA duluan? jawabannya, DEPKEU yang pegang duit, BPK yang memeriksa, dan MA yang nangani hukumnya…not that simple, tapi secara institusional, baru tiga lembaga itu yang pucuk pimpinannya sanggup mendesain program reformasi birokrasi SECARA JELAS di instansinya masing2.
dan ingat.orang pintar layak mendapatkan reward lebih tinggi,,,
@ aryo: dari yang saudara tulis, memperlihatkan:
1. bukan cara berkata, bersikap dan berperilaku sebagai seorang pns yang pernah lulus diklat prajabatan, atau ….
2. bukan warga yang memahami kaidah kaizen, continuous improvement
3. indikasi lemahnya etika dalam berpendapat.
4. tumpulnya perilaku analisis komprehensif
ingat saja, sampai kapanpun sikap begitu tidak akan membantu saudara berubah dari pribadi yang merengek-rengek boro-boro usahawan.
yang terakhir, adalah kekeliruan yang sangat besar bila reward didasarkan pada kepintaran, riskan dan rentan penyalahgunaan. yang lebih tepat adalah didasarkan pada outcome atau capaian kinerja yang lojik, jelas dan terukur
Orang yg mempertahankan status quo krn sdh merasa diuntungkan dng system pasti tdk akan pernah protes. Kepintaran di ind adalah relatif, krn orang2 yg korup bukanlah orang bodoh justru ‘pintar’2. Kalau di instansi penelitian mereka pintar sekali ‘menulis’ / membuat ‘karya tulis’ walau tdk ada keg penelitian nyata. Tp apakah ‘tulisan’nya bermanfaat ato tdk itu bukan urusan yg penting bisa jd angka kredit dng tunjangan yg cukup besar. Tentunya ini tdk terjadi pd peneliti2/perekayasa2 tulen.