Kasus Gayus Tambunan (GT) yang diketahui terlibat dalam mafia pajak sungguh menjadi tamparan keras bagi pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Tidak hanya Departemen Keuangan yang sangat dirugikan dengan kasus tersebut, tapi juga bagi PNS secara umum. Masyarakat Indonesia banyak mempertanyakan apakah manfaat remunerasi bagi PNS, jika perilaku masih saja koruptif. Kasus GT memperlihatkan secara vulgar bagaimana seorang PNS gol III A yang sudah diberikan remunerasi yang besar melakukan tindakan yang merugikan negara dengan jumlah yang luar biasa mencengangkan: 25 M (bandingkan dengan kekayaan SBY yang sekitar 7 M). Tindakan itu dilakukan dengan memanfaatkan posisinya di Ditjen Pajak yang memungkinkan dia berhubungan langsung dengan Wajib Pajak.
Parameter kegagalan remunerasi berkaca dari kasus GT:
1. Tidak adanya perubahan perilaku
2. Gagalnya pemberantasan KKN
3. Penguatan SDM aparatur yang tidak jalan
3. Lemahnya sistem monitoring, evaluasi kinerja dan pengawasan.
Analisa menarik dikemukakan Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian, di Metro TV tadi malam bahwa salah satu kegagalan remunerasi adalah karena esklusifitas Departemen Keuangan. Dalam pelaksanaan remunerasi Depkeu dengan seenaknya menentukan tunjangan yang tinggi bagi departemennya sendiri. Rizal Ramli mengatakan bahwa Depkeu telah memposisikan diri sebagai kasta tertinggi dibanding PNS lain, tetapi perilakunya tidak menunjukkan keteladanan. Dia mengusulkan juga perlu adanya test psikologi dalam perekrutan PNS agar dapat diketahui sifat, sikap seseorang apakah layak sebagai PNS.
Lalu apakah program reformasi birokrasi (remunerasi) di Indonesia gagal?. Saya berpendapat bahwa reformasi birokrasi merupakan suatu keniscayaan, suatu keharusan bagi suatu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi. Denny Indrayana sebagai salah satu Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengungkapkan: ketika diperiksa oleh tim, GT sendiri mengatakan bahwa sejak reformasi birokrasi dilaksanakan di Depkeu khususnya Ditjen Pajak, ruang gerak bagi praktek-praktek yang merugikan yang biasa dilakukan seperti dulu sudah semakin terbatas.
Artinya reformasi birokrasi harus tetap berjalan dan kasus GT harus dijadikan momentum untuk menutup celah/kekurangan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Usut tuntas dan hukum semua yang terlibat baik dari ditjen pajak maupun institusi lain spt Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan Pajak (Kehakiman). Perlu adanya pengawasan internal maupun eksternal yang kuat agar kasus seperti ini tidak terulang lagi.
hukuman buat gayus harusnya mampu memberi efek jera untuk koruptor lain, dan untuk mreka yang jujur berikan kesejahtraan agar gk brpkiran seperti gayus
kompak yuk kumpulin anggota dari 12 k/l bwt grup ganyang gayus kalo remun ampe gagal
diarak keliling kota,pada gk kepengen smua mas?
Jamannya 3G (Gara Gara Gayus)…
GA APA2 REMUN GAGAL YG PENTING PUNGLI LANCAR..CAR..CAR… HIDUP PUNGLI..
kasus korupsi adl perbutan oknum2. remunerasi adl utk meningkatkan kesejahteraan sb saat ini kesejahteraan pegawai negri masih kurang. utk memunculkn titik jera thd korupsi adl gn mberlakukan hukuman yg kers. smisal:diberlakukan hukuman mati & hukuman 15 th penjara terendah, tdk direikn remisi & sejenisnya bg terhukum korupsi,bila perlu dlm ktp dia ditulis data sprti pki
satu kesimpulan yang dapat ditarik : REMUNERASI TIDAK ADIL, hanya berpihak kepada orang2 yg dekat dengan atasannya saja, itu terbukti dengan pemberlakukan grade dalam pemberian remunerasi tersebut. Banyak PNS yg memang tidak pandai dan tidak berniat untuk dekat dengan atasan tetapi memiliki kinerja yang sangat baik. Kalau masih seperti ini terus JANGAN HARAP Indonesia akan bebas dari KORPSI, KOLUSI dan NEPOTISME
Ibu Sri, Dalam menentukan remunerasi itu berdasarkan apa? Beban Kerja Kah? Keahliankah? Kebermanfaatan kah? Tinjau ulanglah Remunerasi, karena ITU TIDAK ADIL. Bukan orang Depkeu saja yang pinter dan beban kerjanya tinggi Bu. Departemen lain juga banyak orang pinter, beban kerjanya tinggi dan banyak manfaatnya. Kalau masih banyak PNS yang kurang kerjaannya ya itu perlu direposisi dan direorganisasi. Tdk ada PNS yang tdk mau bekerja, semua tentu ingin bermanfaat bagi bangsa dan negara. Remunerasi jangan malah membuat ketidak adilan shg membuat yang lain iri hingga malas bekerja.
Tidak semua Pns berwatak seperti gayus, tergantung dari Individunya sendiri, tulus atau tidak mengabdi kepada negara,kalau ingin kaya jangan jadi Pns, jadi pengusaha aja..
gayus adalah cambuk untuk para pemimpin untuk lebih meningkatkan pengawasan baik internal maupun external agar terciptanya good governance di negara tercinta ini
gayus adalah cambuk untuk para pemimpin untuk lebih meningkatkan pengawasa baik internal maupun external agar terciptanya good governance di negara tercinta ini
Gayus yang satu ini bisa dikatakan lagi ketiban sial, why??? karena masih banyak gayus-gayus lain yang berkeliaran di unit instansi yang dulu bernama KARIKPA